ADAB IKHTILAF DALAM ISLAM

(OLEH FAJAR RACHMADHANI, LC., M,HUM.)

Pendahuluan

Bagi seseorang yang ingin menyatukan kaum muslimin dalam satu pendapat tentang hukum hukum ibadah, muamalat, dan cabang -cabang agama lainnya dan menghapuskan segala macam bentuk perbedaan, hendaknya mengetahui dan menyadari bahwa mereka sebenarnya menginginkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi, upaya uapaya mereka untuk menghapuskan pebedaan ( dalam masalah ini) akan tidak akan menghasilkan apa apa selain bertambah meluasnya perbedaan dan perselisihan itu sendiri, karena perbedaan dalam memahami hukum-hukum syariat yang tidak bersifat fundamental ini merupakan suatu kemestian yang tidak dapat dihindari.

Perbedaan disamping merupakan keniscayaan juga merupakan rahmat terhadap umat dan keleluasaan baginya. Perbedaan pendapat mengenai hal- hal yan bersifat furu’ dalam Islam menunjukkan akan luasnya khazanah keilmuan dalam Islam yang tidak akan pernah habis untuk senantiasa dikaji.

Perbedaan pendapat khususnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan masalah furu’iyah khilafiyah sejatinya kerap terjadi sejak zaman para sahabat Rasuullah SAW bahkan ketika Rasulullah masih hidup di tengah-tengah mereka. Namun hal terpenting yang harus difahami serta senantiasa diteladani adalah bagaimana sikap para sahabat dala menyikapi perbedaan yang ada, oleh sebab itu tidak pernah ditemukan di dalam sejarah peradaban Islam saat itu terjadinya pertumpahan darah dan peperangan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyah khilafiyah.

 

 

Adab dan Landasan Moral dalam Berbeda Pendapat

 

  1. Mengikuti Manhaj Pertengahan dan Meninggalkan Sikap Berlebihan dalam Agama

Diantara hal yang harus dijaga dalam menghadapi perbedaan pendapat dan menjauhi perselisihan adalah dengan mengikuti manhaj pertengahan yang mencerminkan sikap tawazun ( keseimbangan ) dan keadilan, jauh dari sikap berlebihan atau mengurangi ajaran. Sikap ini merupakan faktor terpenting bagi setiap muslim demi tercapainya persatuan dan keakraban sesame mereka. Sikap yang berlebihan akan mengakibatkan kehancuran, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam “ binasalah orang-orang yang berlebihan “ tiga kali rasulullah menyebutkan hal ini sebagai berita akan kehancuran mereka.1

 

  1. Meninggalkan Fanatisme Terhadap Individu, Madzhab dan Golongan

Seseorang akan mampu bersikap ikhlas sepenuhnya kepada Allah dan senantiasa berpiha kepada kebenaran jika ia dapat membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap pendapat individu, madzhab, ataupun golongan.

Dengan kata lain ia, tidak mengikat dirinya kecuali dengan dalil, jika dilihatnya adanya dalil yang menguatkan ia akan segera mengikutinya sekalipun bertentangan dengan madzhab yang diantunya atau perkataan imam yang dikaguminya atau golongan yang ia berafiliasi kepadanya.

Pada dasarnya, bagi penganut madzhab tertentu, jika ia benar –benar konsisten serta berpegang teguh kepada madzab yang ia ikuti, maka fanatisme madzhab ini tidak akan pernah terjadi, lantaran ia benar-benar telah mengamalkan pesan-pesan serta ajaran Imam-imam madzhab mereka. Imam Abu Hanifah contohnya, beliau pernah berpesan;

إذا قلت قولا يخالف كتاب الله تعالى وخبر الرسول صلى الله عليه وسلم فاتركوا قولي

“ apabila aku mengatakan seseuatu perkataan (pendapat) yang menyelisihi Al Quran dan Sunnah Rasulullah maka tinggalkanlah perkataanku tersebut”.

Imam Malik bin Anas pun pernah mengatakan hal yang sama yang dikutip oleh Ibnu Abdil Barr;

إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه

“Aku ini hanyalah manusia yang terkadang salah terkadang benar. Maka perhatikanlah pendapatku, setiap pendapat yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, maka ambillah. Dan yang tidak sesuai maka tinggalkanlah”.2

Begitu pula Al Imam As Syafi’i pernah mengatakan hal yang serupa;

إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت

“Jika kalian menemukan dalam kitabku ada pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah sesuai sunnah tersebut, dan tinggalkanlah perkataanku.3

Imam Ahmad bin Hanbal juga mengatakan;

لا وتقلدني، ولا تقلد مالكاً ولا الشافعي ولا الأوزاعي، ولا الثوري، وخذ من حيث أخذوا 

“Jangan engkau taqlid kepadaku, dan jangan pula kepada Malik, Asy-Syafi’i, Al-Auza’i, dan Ats-Tsauri. Tetapi ambillah darimana mereka mengambil”.4

Memperhatikan penyataan-pernyataan imam-imam madzhab di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa imam-imam pendiri madzhab fiqih pun tidak mengajarkan ataupun menganjurkan fanatisme madzhab kepada para pengikutnya. Sehingga barangsiapa yang mengaku menganut dan berafiliasai kepada salah satu madzhab dari madzhab-madzhab imam empat yang ada, lantas kemudian ia bersikap fanatik terhadap madzhab yang ia anut, maka sejatinya ia tidak mampu untuk bersikap konsisten terhadap madzhabnya.

  1. Berprasangka Baik, Tidak Menyakiti dan Mencela

Diantara akhlak dasar yang sangat penting dalam pergaulan sesama muslim apalagi dalam berbeda pendapat adalah hendaknya senantiasa berprasangka baik kepada orang lain serta mencopot kaca mata hitam ketika melihat amalan-amalan mereka. Disamping itu juga berusaha untuk tidak menyakiti perasaan ataupun mencela orang yang berbeda pendapat khususnya dalam masalah khilafiyah.

Kekeliruan seseorang dalam masalah ijtihadiyah tidak boleh dicela dan harus dimaafkan, bahkan mungkin saja ia memperoleh pahala dari Allah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah manhaj para salaf dalam berbeda pendapat yang menyangkut masalah ijtihadiyah. Mereka tidak saling mencela atau menyakiti, tetapi saling memuji sekalipun tetap berbeda pendapat.

  1. Menjauhi Jidal dan Permusuhan Sengit

Faktor lain yang akan mendekatkan orang-orang yang berselisih dan berbeda pendapat adalah sikap menjahui perdebatan, bantah-bantahan yang tercela dan permusuhan sengit. Karena Islam, sekalipun memerintahkan perbedaan, namun dengan cara yang baik. Islam mengecam perbantahan yang bertujuan mengalahkan lawan dengan segaa cara, tanpa berpegang teguh kepada logika yang sehat dan timbangan yang bijkasana antara kedua belah pihak.

 

Penutup

Perbedaan pendapat yang terjadi di tengah-tengan kaum muslimin saat ini khususnya yang menyangkut maslah khiafiyah. Furu’iyah, ijtuhadiyah dalam Islam akan menjadi suatu hal yang indah, keberagaman yang harmonis, semangat toleransi yang tinggi, jika bisa disikapi dengan baik, arif dan bijaksana serta mengedepankan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah, sehingga Islam benar-benar akan tampil di muka bumi ini sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam.

1 Diriwaytkan oleh Imam Muslim dalam Shaihnya, 2670

2 Ibnu Abdil-Barr dalam Al-Jami’ 2/32

3 Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ 1/63

4 Ibnul-Qayyim dalam I’lamul-Muwaqqi’in 2/302

Jadwal Sholat


Jadwal Sholat Di Beberapa Kota